1. CALEG DPR RI DAPIL 5 JAWA TIMUR NO. URUT 2

2. Ketua Lembaga Kajian Ekonomi Sosial (LKES) Cabang Malang Raya.

3. Ketua Monitoring Untuk Pemerintahan Bersih (MUPB) Cabang Malang Raya.

4. Ketua Forum Redam Korupsi (FORK) Cabang Malang Raya.

Jumat, 25 Oktober 2013

MEMAHAMI GOOD GOVERNANCE DALAM BERNEGARA

Konsep Dasar Good Governance
Konsep Good Governance sebenarnya telah lama dilaksanakan oleh semua pihak yaitu Pemerintah, Swasta dan Masyarakat, namun demikian masih banyak yang rancu memahami konsep Governance. Secara sederhana, banyak pihak menerjemahkan governance sebagai Tata Pemerintahan. Tata pemerintahan disini bukan hanya dalam pengertian struktur dan manajemen lembaga yang disebut eksekutif, karena pemerintah (government) hanyalah salah satu dari tiga aktor besar yang membentuk lembaga yang disebut governance. Dua aktor lain adalah private sektor (sektor swasta) dan civil society (masyarakat madani). Karenanya memahami governance adalah memahami bagaimana integrasi peran antara pemerintah (birokrasi), sektor swasta dan civil society dalam suatu aturan main yang disepakati bersama. Lembaga pemerintah harus mampu menciptakan lingkungan ekonomi, politik, sosial budaya, hukum dan keamanan yang kondusif. Sektor swasta berperan aktif dalam menumbuhkan kegiatan perekonomian yang akan memperluas lapangan kerja dan meningkatkan pendapatan, sedangkan civil society harus mampu berinteraksi secara aktif dengan berbagai macam aktifitas perekonomian, sosial dan politik termasuk bagaimana melakukan kontrol terhadap jalannya aktifitas-aktifitas tersebut.

United National Development Program (UNDP,1997) mendefinisikan governance sebagai “penggunaan wewenang ekonomi, politik dan administrasi guna mengelola urusan-urusan negara pada semua tingkat. Tata pemerintahan mencakup seluruh mekanisme, proses dan lembaga-lembaga dimana warga dan kelompok-kelompok masyarakat mengutarakan kepentingan mereka, menggunakan hak hukum, mematuhi kewajiban dan menjembatani perbedaan-perbedaan diantara mereka”. Selanjutnya berdasarkan pemahaman kita atas pengertian governance tadi maka penambahan kata sifat good dalam governance bisa diartikan sebagai tata pemerintahan yang baik atau positif. Letak sifat baik atau positif itu adalah manakala ada pengerahan sumber daya secara maksimal dari potensi yang dimiliki dari masing-masing aktor tersebut atas dasar kesadaran dan kesepakatan bersama terhadap visi yang ingin dicapai. Governance dikatakan memiliki sifat-sifat yang good, apabila memiliki ciri-ciri atau indikator tertentu. Secara rinci Bank Dunia memberikan 19 indikator good governance, namun para akademisi biasanya tidak menggunakan kesemua indikator tersebut untuk mengukur good governance.
Kata governance sering dirancukan dengan government. Akibatnya, Negara dan pemerintah menjadi “korban utama”, bahwa pemerintah adalah sasaran nomor satu untuk melakukan perbaikan-perbaikan. Badan-badan keuangan internasional mengambil prioritas untuk memperbaiki birokrasi pemerintahan di Dunia Ketiga dalam skema good governance mereka. Aktivitis dan kaum oposan, dengan bersemangat, ikut juga dalam aktivitas ini dengan menambahkan prinsip-prinsip kebebasan politik sebagai bagian yang tak terelakkan dari usaha perbaikan institusi negara. Good governance bahkan berhasil mendekatkan hubungan antara
badan-badan keuangan multilateral dengan para aktivis politik, yang sebelumnya bersikap sinis pada hubungan antara pemerintah Negara berkembang dengan badan-badan ini. Maka, jadilah suatu sintesa antara tujuan ekonomi dengan politik.
Hingga saat ini istilah “government” dan “governance” seringkali dianggap memiliki arti yang sama yaitu cara menerapkan otoritas dalam suatu organisasi, lembaga atau negara. Government atau pemerintah juga adalah nama yang diberikan kepada entitas yang menyelenggarakan kekuasaan pemerintahan dalam suatu negara. Sebenarnya “governance” dalam literatur administrasi dan ilmu politik sudah dikenal hampir selama 125 tahun yang lalu, sejak W.Wilson, menjadi Presiden USA ke 27, memperkenalkan bidang studi tersebut kurang lebih 125 tahun yang lalu. Tetapi selama itu, governance hanya digunakan dalam literatur politik dengan pengertian yang sempit. Wacana tentang “governance” diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia sebagai tata pemerintahan, penyelenggaraan pemerintahan atau pengelolaan pemerintahan, tata-pamong baru muncul dua dasawarsa belakangan, terutama setelah berbagai lembaga donor internasional menetapkan “good governance” sebagai persyaratan utama untuk setiap program bantuan mereka. Para pakar dan praktisi administrasi negara Indonesia, istilah “good governance” telah diterjemahkan dalam berbagai istilah, misalnya, penyelenggaraan pemerintahan yang amanah (Bintoro Tjokroamidjojo), tata pemerintahan yang baik (UNDP), pengelolaan pemerintahan yang baik dan bertanggunjawab (LAN), dan ada juga yang mengartikan secara sempit sebagai pemerintahan yang bersih (clean government). Bahkan pada tahun 1992, ada lembaga internasional Eropa telah menggunakan keruntuhan Soviet , sebagai momentum untuk membenarkan sistem ideologi liberal yang intinya adalah: (1) menjunjung tinggi nilai-nilai HAM khususnya hak dan kebebasan individu, (2) demokrasi, (3) penegakan Rule of Law, (4) pasar bebas dan (5) perhatian terhadap lingkungnan. Sejak itu pula good governance di negara penerima bantuan dijadikan salah satu persyaratan oleh lembaga penyedia keuangan internasional.
Ada tiga pilar utama yang mendukung kemampuan suatu bangsa dalam melaksanakan good governance, yakni: Negara/pemerintah (the state), masyarakat adab, masyarakat madani, masyarakat sipil (civil society), dan pasar atau dunia usaha. Penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan bertanggung jawab baru tercapai bila dalam penerapan otoritas politik, ekonomi dan administrasi ketiga unsur tersebut memiliki jaringan dan interaksi yang setara dan sinerjik. Interaksi dan kemitraan seperti itu biasanya baru dapat berkembang subur bila ada kepercayaan (trust), transparansi, partisipasi, serta tata aturan yang jelas dan pasti, Good governance yang sehat juga akan berkembang sehat dibawah kepemimpinan yang berwibawa dan memiliki visi yang jelas.
Menurut UNDP ada 14 prinsip good governance, penulis memilih yang lebih lengkap karena sudah menyangkut banyak unsur dan prinsip dalam menjalankan Good Governance dengan masing-masing penjelasan terdapat empat belas prinsip yang dapat terhimpun dari telusuran wacana good governance, yaitu:
  1. Wawasan ke Depan (visionary);
  2. Keterbukaan dan Transparansi  (openness and transparency);
  3. Partisipasi Masyarakat (participation);
  4. Tanggung Gugat (accountability);
  5. Supremasi Hukum (rule of law);
  6. Demokrasi (democracy);
  7. Profesionalisme dan Kompetensi (profesionalism and competency);
  8. Daya Tanggap (responsiveness);
  9. Keefisienan dan Keefektifan (efficiency and effectiveness);
  10. Desentralisasi (decentralization);
  11. Kemitraan dengan Dunia Usaha Swasta dan Masyarakat (private Sector and civil society partnership);
  12. Komitmen pada Pengurangan Kesenjangan (commitment to reduce Inequality);
  13. Komitmen pada Lingkungan Hidup (commitment to environmental protection);
  14. Komitmen Pasar yang Fair (commitment to Fair Market);
Ke-empat belas prinsip good governance secara singkat dijelaskan sebagai berikut :
  1. Tata pemerintahan yang berwawasan ke depan (visi strategis), Semua kegiatan pemerintah di berbagai bidang dan tingkatan seharusnya didasarkan pada visi dan misi yang jelas dan jangka waktu pencapaiannya serta dilengkapi strategi implementasi yang tepat sasaran, manfaat dan berkesinambungan.
  2. Tata pemerintahan yang bersifat terbuka (transparan),  Wujud nyata prinsip tersebut antara lain dapat dilihat apabila masyarakat mempunyai kemudahan untuk mengetahui serta memperoleh data dan informasi tentang kebijakan, program, dan kegiatan aparatur pemerintah, baik yang dilaksanakan di tingkat pusat maupun daerah.
  3. Tata pemerintahan yang mendorong partisipasi masyarakat, Masyarakat yang berkepentingan ikut serta dalam proses perumusan dan/atau pengambilan keputusan atas kebijakan publik yang diperuntukkan bagi masyarakat, sehingga keterlibatan masyarakat sangat diperlukan pada setiap pengambilan kebijakan yang menyangkut masyarakat luas. 
  4. Tata pemerintahan yang bertanggung jawab/ bertanggung gugat (akuntabel), Instansi pemerintah dan para aparaturnya harus dapat mempertanggungjawabkan pelaksanaan kewenangan yang diberikan sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya. Demikian halnya dengan kebijakan, program, dan kegiatan yang dilakukannya dapat dipertanggungjawabkan. 
  5. Tata pemerintahan yang menjunjung supremasi hukum, Wujud nyata prinsip ini mencakup upaya penuntasan kasus KKN dan pelanggaran HAM, peningkatan kesadaran HAM, peningkatan kesadaran hukum, serta pengembangan budaya hukum. Upaya-upaya tersebut dilakukan dengan menggunakan aturan dan prosedur yang terbuka dan jelas, serta tidak tunduk pada manipulasi politik.
  6. Tata pemerintahan yang demokratis dan berorientasi pada konsensus,  Perumusan kebijakan pembangunan baik di pusat maupun daerah dilakukan melalui mekanisme demokrasi, dan tidak ditentukan sendiri oleh eksekutif. Keputusan-keputusan yang diambil antara lembaga eksekutif dan legislatif harus didasarkan pada konsensus agar setiap kebijakan publik yang diambil benar-benar merupakan keputusan bersama.
  7. Tata pemerintahan yang berdasarkan profesionalitas dan kompetensi, Wujud nyata dari prinsip profesionalisme dan kompetensi dapat dilihat dari upaya penilaian kebutuhan dan evaluasi yang dilakukan terhadap tingkat kemampuan dan profesionalisme sumber daya manusia yang ada, dan dari upaya perbaikan atau peningkatan kualitas sumber daya manusia.
  8. Tata pemerintahan yang cepat tanggap (responsif), Aparat pemerintahan harus cepat tanggap terhadap perubahan situasi/kondisi mengakomodasi aspirasi masyarakat, serta mengambil prakarsa untuk mengatasi berbagai masalah yang dihadapi masyarakat.
  9. Tata pemerintahan yang menggunakan struktur & sumber daya secara efisien & efektif, Pemerintah baik pusat maupun daerah dari waktu ke waktu harus selalu menilai dukungan struktur yang ada, melakukan perbaikan struktural sesuai dengan tuntutan perubahan seperti menyusun kembali struktur kelembagaan secara keseluruhan, menyusun jabatan dan fungsi  yang lebih tepat, serta selalu berupaya mencapai hasil yang optimal dengan memanfaatkan dana dan sumber daya lainnya yang tersedia secara efisien dan efektif.
  10. Tata pemerintahan yang terdesentralisasi, Pendelegasian tugas dan kewenangan pusat kepada semua tingkatan aparat sehingga dapat mempercepat proses pengambilan keputusan, serta memberikan keleluasaan yang cukup untuk mengelola pelayanan publik dan menyukseskan pembangunan di pusat maupun di daerah.
  11. Tata pemerintahan yang mendorong kemitraan dengan dunia usaha swasta dan masyarakat, Pembangunan masyarakat madani melalui peningkatan peran serta masyarakat dan sektor swasta harus diberdayakan melalui pembentukan kerjasama atau kemitraan antara pemerintah, swasta, dan masyarakat. Hambatan birokrasi yang menjadi rintangan terbentuknya kemitraan yang setara harus segera diatasi dengan perbaikan sistem pelayanan kepada masyarakat dan sektor swasta serta penyelenggaraan pelayanan terpadu.
  12. Tata pemerintahan yang memiliki komitmen pada pengurangan kesenjangan, Pengurangan kesenjangan dalam berbagai bidang baik antara pusat dan daerah maupun antardaerah secara adil dan proporsional merupakan wujud nyata prinsip pengurangan kesenjangan. Hal ini juga mencakup upaya menciptakan kesetaraan dalam hukum (equity of the law) serta mereduksi berbagai perlakuan diskriminatif yang menciptakan kesenjangan antara laki-laki dan perempuan dalam kehidupan bermasyarakat.
  13. Tata pemerintahan yang memiliki komitmen pada lingkungan hidup, Daya dukung lingkungan semakin menurun akibat pemanfaatan yang tidak terkendali. Kewajiban penyusunan analisis mengenai dampak lingkungan secara konsekuen, penegakan hukum lingkungan secara konsisten, pengaktifan lembaga-lembaga pengendali dampak lingkungan, serta pengelolaan sumber daya alam secara lestari merupakan contoh perwujudan komitmen pada lingkungan hidup.
  14. Tata pemerintahan yang memiliki komitmen pada pasar, Pengalaman telah membuktikan bahwa campur tangan pemerintah dalam kegiatan ekonomi seringkali berlebihan sehingga akhirnya membebani anggaran belanja dan bahkan merusak pasar. Upaya pengaitan kegiatan ekonomi masyarakat dengan pasar baik di dalam daerah maupun antar daerah merupakan contoh wujud nyata komitmen pada pasar.
Bagaimana Good Governance Dilaksanakan di Indonesia.
Pelaksanaan Good Governance yang baik adalah bertumpu pada tiga pilar yaitu pemerintah, swasta dan masyarakat, ketiga pilar tersebut harus bekerja secara sinergis, yang berarti setiap pilar diharapkan mampu menjalankan perannya dengan optimal agar pencapaian tujuan berhasil dengan efektif. Pemerintah berfungsi menciptakan lingkungan politik dan hukum yang kondusif ; swasta menciptakan pekerjaan dan pendapatan sedangkan masyarakat berperan positif dalam interaksi sosial, ekonomi , politik termasuk mengajak kelompok-kelompok dalam masyarakat untuk berpartisipasi dalam aktivitas ekonomi, sosial dan politik.
Spirit dari good governance adalah meminimalkan peran negara dan mengedepankan pasar.
Melalui regulasi sejak tahun 1999 setelah reformasi dilaksanakan terbitlah banyak UU yang mengatur dan menjadi bagian dalam implementasi good governance di Indonesia, diantaranya UU tentang Hak Asasi manusia, UU penyelenggara Negara yang bebas dari KKN kemudian Undang-undang tentang desentralisasi Pemerintahan daerah yang didalamnya diatur tentang tatacara pemilihan kepala daerah. Artinya kepala daerah harus sudah memaparkan Visi misi dalam melaksanakan pemilihan Pemilihan umum kepala daerah, UU tentang Keuangan Negara hingga akuntabilitas penyelenggaraan Negara. Misal Departemen/kementrian dan lembaga serta organisasi pemerintah daerah harus sudah membuat laporan akuntabilitas kinerja (LAKIP) sesuai dengan Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara. Di dalam Lakip ada juga dijabarkan Visi dan misi hingga program kegiatan yang menjadi tujuan organisasi dalam 5 tahun. Selanjutnya dengan UU nomor 25 tahun 2004 mulai disusun Rencana Jangka Panjang mulai Nasional hingga daerah selama 20 tahun, Rencana Jangka Menengah selama 5 tahun dan Rencana Jangka Pendek selama 1 tahun pada setiap level pemerintahan.
Pada perkembangannya kemudian hingga tahun 2010, telah banyak dikeluarkan aturan dalam rangka melengkapi praktek-pratek pelaksanaan good governance misalnya UU tentang kebebasan informasi Publik dengan membentuk Komisi informasi publik, UU tentang Lingkungan hidup hingga mulai menerapkan proses pasar bebas dimulai dari ASEAN hingga dengan China (ACFTA).
Penerapan Good Governance akan berjalan baik jika didukung oleh tiga pilar yang saling berhubungan, yaitu Negara/Pemerintah dan perangkatnya sebagai regulator, dunia usaha sebagai pelaku pasar, dan masyarakat sebagai pengguna produk dan dunia usaha. Sehingga menjalankan good Governance seyogyanya dilakukan bersama-sama pada tiga pilar/elemen. Bila pelaksanaan hanya dibebankan pada Pemerintah saja maka keberhasilannya kurang optimal dan bahkan memerlukan waktu yang panjang. Prinsip dasar yang harus dilaksanakan oleh tiga pilar dalam menjalankan Good Governance adalah:
1. Negara/Pemerintah dan perangkatnya menciptakan peraturan perundang-undangan yang menunjang iklim usaha yang sehat, efisien dan transparan, melaksanakan peraturan perundang-undangan dan penegakan hukum secara konsisten.  Antara lain yang harus dilakukan :
  • Menjaga stabilitas Politik, Ekonomi, Hankam dan social budaya secara berkesinambungan.
  • Melaksanakan koordinasi secara efektif antar penyelenggara negara dalam penyusunan Regulasi berdasarkan sistem hukum nasional dengan memprioritaskan kebijakan yang sesuai dengan kepentingan publik, dunia usaha dan masyarakat.
  • Mengikutsertakan Stakeholder dan dunia usaha serta masyarakat secara bertanggungjawab dalam penyusunan Regulasi.
  • Menciptakan sistem politik yang sehat dengan penyelenggara negara yang memiliki integritas dan profesionalitas yang tinggi.
  • Melaksanakan peraturan perundang-undangan dan penegakan hukum secara konsisten.
  • Mencegah terjadinya korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN).
  • Mengatur kewenangan dan desentralisasi pemerintahan yang jelas dalam meningkatkan pelayanan masyarakat dengan integritas yang tinggi mendukung terciptanya iklim usaha yang sehat, efisien dan transparan.
  • Membuat peraturan yang efektif dan berkeadilan
  • Menyediakan public service yang efektif dan accountable.
  • Menegakkan HAM
  • Melindungi lingkungan hidup
  • Mengurus standar kesehatan dan standar keselamatan public
  • Membuka ruang Publik yang transparan terhadap informasi
  • Dunia usaha sebagai pelaku pasar menerapkan Good Corporate Governance sebagai pedoman dasar pelaksanaan usaha.
  • Menerapkan etika bisnis secara konsisten sehingga dapat terwujud iklim usaha yang sehat, efisien dan transparan.
  • Bersikap dan berperilaku yang memperlihatkan kepatuhan dunia usaha dalam melaksanakan peraturan perundang-undangan.
  • Mencegah terjadinya korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) dalam mengelola perusahaan.
  • Meningkatkan kualitas struktur pengelolaan dan pola kerja perusahaan yang didasarkan pada asasGCG secara berkesinambungan.
  • Melaksanakan
  • Menciptakan lapangan kerja
  • Menyediakan insentif bagi karyawan
  • Meningkatkan standar dan kesejahteraan hidup karyawan dan Lingkungan (CSR).
  • Memelihara lingkungan hidup dan ikut melestarikan.
  • Transfer ilmu pengetahuan dan tehnologi kepada masyarakat
  • Menyediakan kredit bagi pengembangan UMKM di lingkungannya maupun yang mendukung usahanya.
2. Masyarakat sebagai pengguna produk dan jasa dunia usaha serta pihak yang terkena dampak dari keberadaan perusahaan, menunjukkan kepedulian dan melakukan kontrol sosial secara aktif dan obyektif serta ikut bertanggung jawab.
  • Melakukan kontrol sosial dengan memberikan perhatian dan kepedulian terhadap pelayanan masyarakat yang dilakukan penyelenggara negara serta terhadap kegiatan dan produk atau jasa yang dihasilkan oleh dunia usaha, melalui penyampaian pendapat secara objektif dan bertanggung jawab.
  • Melakukan komunikasi dengan penyelenggara negara dan dunia usaha dalam mengekspresikan pendapat dan keberatan masyarakat.
  • Mematuhi peraturan perundang-undangan dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab.
  • Menjaga agar hak-hak masyarakat terlindungi bersama.
  • Mempengaruhi kebijakan publik yang dibuat dan dijalankan oleh pemerintah.
  • Sebagai sarana cheks and balances terhadap pemerintah
  • Mengawasi penyalahgunaan kewenangan sosial pemerintah
  • Mengembangkan Sumber Daya Manusia secara bersama-sama.
  • Sarana berkomunikasi, dialog dan gotong royong sesama anggota masyarakat.
Bagaimana Good Governance Dalam Sektor Swasta/Privat
Manajemen tidak cukup hanya memastikan bahwa proses pengelolaan system manajemen berjalan dengan efisien dan efektif. Diperlukan instrumen lain yang lebih terbuka yaitu dengan menerapkan system  Good Corporate Governance (GCG ) dengan tujuan  untuk memastikan bahwa manajemen berjalan dengan baik, efektif,efisien, transparan dan konsisten. Dalam melaksanakan Governance di sektor privat/perusahaan sudah banyak badan usaha yang menerapkan Good Corporate Governance (GCG), bagaimana dengan Swasta, banyak perusahaan swasta sudah mulai menerapkan Good Corporate Governance, dan bahkan menjadi pilihan dalam melaksanakan usahanya, pilihan ini tidak salah karena menjadi bagian penting dari alam keterbukaan , tuntutan publik (trust) dan globalisasi saat ini.
Apa itu Good Corporate Governance ?
Secara umum istilah governance lebih ditujukan untuk sistem pengendalian dan pengaturan perusahaan, dalam arti lebih ditujukan pada tindakan yang dilakukan eksekutif perusahaan agar tidak merugikan para stakeholder. Good Corporate Governance memang menyangkut orang (moralitas), etika kerja, dan prinsip kerja yang baik. Dalam prakteknya ada empat model pengendalian perusahaan yaitu;
  1. Simple financial model. Ada konflik kepentingan antara pemilik dan manajer. Karena tidak memiliki saham, dikhawatirkan manajer akan banyak merugikan pemilik saham. Maka diperlukan kontrak insentif (misalnya hak pemilikan, bonus, dan sebagainya), atau aturan-aturan yang melindungi kepentingan pemilik.
  2. Stewardship model. Berbeda dengan model pertama, manajer dianggap steward, sehingga tidak terlalu perlu dikontrol. Ini bisa terjadi pada perusahaan keluarga, dimana direksi dikendalikan ketat oleh pemegang saham, sehingga diperlukan direktur yang independen.
  3. Stakeholder model. Perusahaan merupaka satu sistem dari stakeholder dalam suatu sistem masyarakat yang lebih luas. Suara stakeholder diakomodasi dalam struktur dewan direksi. Karyawan diusahakan bekerja seumur hidup.
  4. Political model. Pemerintah memiliki pengaruh besar, misalnya dalam mengatur jumlah maksimum kepemilikan saham, dan sebagainya.
Pada prakteknya, GCG dilaksanakan dengan gabungan dari empat hal diatas. Tujuannya adalah bagaimana mengarahkan dan mengontrol perusahaan melalui distribusi hak/ tanggungjawab semua pihak dalam perusahaan. Ada dua hal yang perlu diperhatikan dalam  penerapan GCG yaitu:
  • Pentingnya hak pemegang saham untuk memperoleh informasi dengan benar dan tepat pada waktunya.
  • Kewajiban perusahaan untuk melakukan pengungkapan (disclosure) secara akurat, tepat waktu, dan transparan terhadap semua informasi kinerja perusahaan, kepemilikan, dan stakeholder. Dari berbagai hasil pengkajian yang dilakukan oleh berbagai lembaga riset independen nasional dan internasional, menunjukkan rendahnya pemahaman terhadap arti penting dan strategisnya penerapan prinsip-prinsip  GCG oleh pelaku bisnis di Indonesia. Selain itu, budaya organisasi turut mempengaruhi penerapan GCG di Indonesia.
Prinsip Good Corporate Governance dimaksudkan untuk meningkatkan kesejahteraan semua pihak yang berhubungan dengan perusahaan (stakeholders). Diharapkan hal ini akan segera bisa dirumuskan lebih lanjut dan diterapkan dalam semua perusahaan, karena pengakuan public terhadap perusahaan yang berkualitas termasuk penerapan GCG dalam sistemnya dapat diakui keberadaannya kedepan.
Sedangkan pengukuran kinerja konsep Good Corporate Governance berdasarkan kepada lima dasar, yaitu: perlindungan hak pemegang saham, persamaan perlakuan pemegang saham, peranan stakeholders terkait dengan bisnis, keterbukaan dan transparansi, akuntabilitas dewan komisaris. Pengukuran kinerja tersebut juga, berdimensi aktifitas operasional internal, intelektual kapital dan pembelajaran, kapasitas untuk inovasi dan respon terhadap pasar, produk dan penerimaan pasar, hubungan dengan pelanggan, hubungan dengan investor, hubungan dengan partner dan stakeholders lainnya, hubungan dengan publik sasaran, lingkungan, keuangan. Sehingga, pengukuran kinerja yang berorientasi Good Corporate Governance ada yang memandang sebagai pengembangan dari pengukuran kinerja Balance Score Card yang melalui empat core. Good Corporate Governance memberikan kontribusi dapat dijadikan alternatif penting meningkatkan kualitas proses bisnis melalui informasi yang dihasilkan serta peranannya sebagai performance driver, performance measurement. Karena, bagaimana pun proses bisnis diperbaiki secara tepat dan akurat apabila diperoleh informasi yang akurat serta komprehensif tentang apa yang harus diperbaiki termasuk apa yang harus ditingkatkan. Mudah-mudahan bila semua telah menjalankan good Governance dengan baik, maka dinamika kemajuan mudah diraih dan kepercayaan public terhadap semua pilar terpelihara dengan baik dan berkesinambungan.