Apakah itu implementasi hukum? Yakni Pelaksanaan norma hukum dalam kasus/putusan/tindakan, atau hukum dalam keadaan konkrit (Law in concreto; Living law), menerapkan hukum dari Law in Book kepada Law in Action, apakah identik atau tidak identik?
Dengan kata lain, efektifitas hukum
adalah kesesuaian antara apa yang diatur dalam hukum dengan
pelaksanaannya. Bisa juga karena kepatuhan masyarakat kepada hukum
karena adanya unsur memaksa dari hukum. Hukum yang dibuat oleh otoritas
berwenang adakalanya bukan abstraksi nilai dalam masayarakat. Jika
demikian, maka terjadilah hukum tidak efektif, tidak bisa dijalankan
(unworkable), atau bahkan –atas hal tertentu terbit Pembangkangan Sipil.
Menurut Yehezkel Dror, seorang pakar
sosiologi hokum, “Adanya kesenjangan antara perilaku sosial masyarakat
dengan norma hukum, menciptakan ruang “ketegangan” (tention), sehingga
perlu penyesuaian dengan norma yang baru”.
Selanjutnya, menurut Antony Alloott yang menulis artikel “The Effectiveness of Law”, dalam Valparaiso University Law Review, Vol. 15, Winter 1981], memaparkan alasan mengapa Hukum iidak tfektif?
Pertama: Problem dalam
pemancaran akhir norma hukum, disebabkan tidak menyebarnya norma hukum
yang diterbitkan. Hukum tidak bisa diadaptasi subyek sebagai pesan
instruksional (instructional messages) karena membutuhkan lawyer sebagai “special decoders” – namun tidak bisa/mampu menyediakannya.
Kedua: Kemungkinan konflik antara arah dan tujuan legislator dengan kebiasaan sosiologis masyarakat (nature of society). Terjadi kesenjangan antara masyarakat moderen (modern society) dengan masyarakat adat (customary society).
Ketiga: kegagalan implementasi hukum itu sendiri. Seringkali tidak cukup tersedia perangkat norma (norms), perintah (orders), institusi (institutions), atau proses (processes) yang berkaitan dengan Undang-undang.
Kadar efektifitas dan ketidakefektifan
penerapan hukum itu berbeda-beda pada tiap norma hokum yang merupakan
norma kuratif, preventif, fasilitatif. Berbeda pula akseptasi subyek
antara jenis norma antara hukum netral (misalnya hukum kontrak, hukum
jual beli), dan norma hukum non netral (misalnya sons preference dalam Hukum keluarga, status non marital child, dll.). Karena itu, efektifitas dipengaruhi ada atau tidak dan bagaimana kesenjangan dan tention antara norma dengan perilaku/keadaan masyarakat.
Sanksi sebagai alasan mematuhi hukum
Pertanyaan besar yang mengagitasi hakim
dan filsuf, berabad-abad: “why do people obey the law”. Sistem hukum
didukung dengan sanksi (supported by sanction). Sanksi dibutuhkan namun
tidak selalu diperlukan untuk setiap UU dalam sistem hukum (the need
for having sanction arises but not necessarily for every law). DEmikian
pendapat Prof.Hari Chand, “Morend Jurisprudence”, International Law Book
Services, 1994, p.111.
Kita pun patut menyoal efektifitas
pidana penjara yang sudah berlangsung sangat panjang dalam sejarah
hukum. Menurut R.M. Jackson :
l Pidana penjara termasuk jenis pidana
yang relatif kurang efektif, dalam hal menekan tidak berulangnya suatu
perbuatan pidana.
l Angka rata-rata residivis (bagi yang pertama kali melakukan tindak pidana) berbanding terbalik dengan usia pelaku.
Sementara itu, Barda Nawawi Arief
mendalilkanm pidana penjara membawa pengaruh lebih jahat, sehingga
sering dikatakan bahwa rumah penjara adalah perguruan tinggi kejahatan
atau pabrik kejahatan. Pada anak-anak mencapai 50%, untuk mereka yang
pernah dipidana berusia 21 tahun ke bawah, mencapai 70%, residivis,
lebih tinggi daripada yang bukan residivis setelah dijatuhi pidana
penjara daripada pidana lainnya.
Pandangan Richard Posner: Dilihat dari
segi ekonomi pidana denda mengandung nilai yang tidak ditemukan pada
pidana penjara sehingga lebih menguntungkan daripada pidana penjara.
Biaya sosial pidana penjara lebih besar.
Phil Dickens, yang mengemukakan bahwa “The idea that prisons serve to reform criminals is a nonsense.
Berdasarkan Fifth United Nations Congress on The Prevention of Crime
and The Treatment of Offenders Report, bahwa pada umumnya diakui
mekanisme peradilan dan kepenjaraan (the judicial and prison mechanism) mempunyai pengaruh yang kondusif untuk timbulnya kejahatan dalam hal tertentu menciptakan karir-karir penjahat.
Apakah indikasi hukum tidak efektif
l Kabur dan multitafsir.
l Inkonsistensi norma.
l Kekosongan hukum (rechvacuum).
l Tidak ada/segera dibuat peraturan pelaksana/organik, walaupun ada perintah batas waktu.
l Sering dan cepat berubah (amandemen atau diganti).
l Menuai kritik tajam masyarakat.
l Inkonsisten dengan konvensi internasional
l Inkonsistensi dengan UU/peraturan horizontal.
l Pembahasannya lambat, a lot, dan tarik manarik politik.
l Saat pembahasan adanya berbagai draf alternatif.
l Inkonsistensi dgn UUD 1945 sehingga dibatalkan MK (negative legislation).
l Tidak diterapkan dalam praktek (minim fasilitas).
l Tidak ada lembaga pelaksana (legal structure).
Bagaimana mengupoayakan hukum yang efektif?
l Pemerintahan yang efektif dan clean governance
l Lembaga pelaksana (legal structure).
l Lembaga penegakan hukum (law enforcer).
l Lembaga advokasi (legal advocacy)
l Kesesuaian/penerimaan sebagai budaya hukum (accepted as legal culture).
l Norma/substansi (legal substance).
l Pengawasan dan partisipasi luas masyarakat (public watch and participation).
l Kepercayaan dan kepatuhan kepada hukum.
l Tidak “main hakim sendiri” atau pembangkangan sipil.