Perbuatan tindak pidana korupsi merupakan pelanggaran terhadap hak-hak
sosial dan hak-hak ekonomi masyarakat, sehingga tindak pidana korupsi
tidak dapat lagi digolongkan sebagai kejahatan biasa melainkan telah
menjadi kejahatan luar biasa (extraordinary crimes).
Dilihat dari skor Corruption Perception Index (CPI) yang diselenggarakan oleh Transparency International (TI), Indonesia merupakan negara dengan skor yang rendah. Dengan rentang skor 1 hingga 10, dimana skor 1 menunjukkan negara dengan korupsi yang sangat tinggi dan skor 10 menunjukkan negara yang bersih dari korupsi, Indonesia berada pada skor 3 di tahun 2011. Walaupun terdapat peningkatan skor sejak KPK berdiri pada tahun 2004, namun peningkatan tersebut belum dapat dikatakan progresif.
Pada tahun 2010, Political &
Economic Risk Consultancy (PERC) merilis hasil survei bisnis. Survei
tersebut menempatkan Indonesia pada peringkat pertama sebagai negara
terkorup dengan mencetak skor 9,07 dari nilai 10. Angka ini naik dari
7,69 poin tahun 2009.Dilihat dari skor Corruption Perception Index (CPI) yang diselenggarakan oleh Transparency International (TI), Indonesia merupakan negara dengan skor yang rendah. Dengan rentang skor 1 hingga 10, dimana skor 1 menunjukkan negara dengan korupsi yang sangat tinggi dan skor 10 menunjukkan negara yang bersih dari korupsi, Indonesia berada pada skor 3 di tahun 2011. Walaupun terdapat peningkatan skor sejak KPK berdiri pada tahun 2004, namun peningkatan tersebut belum dapat dikatakan progresif.
Selain itu, survei internasional 2011 yang dibiayai oleh Neukom Family Foundation, Bill & Melinda Gates Foundation, dan Lexis Nexis, menyebutkan bahwa Indonesia berperingkat rendah dalam hal ketiadaan pemberantasan korupsi dan akses pada keadilan sipil. Di dunia, Indonesia berada pada peringkat ke-47 dari 66 negara sebagai negara terkorup. Sementara di kawasan Asia Pasifik, Indonesia menempati peringkat 12 dari 13 negara.
Berdasarkan Undang-undang No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi terdapat 30 bentuk/jenis tindak pidana korupsi. Tindak pidana korupsi tersebut dapat dikelompokkan menjadi 7 bagian yaitu:
- Kerugian keuangan negara
- Suap-menyuap
- Penggelapan dalam jabatan
- Pemerasan
- Perbuatan curang
- Benturan kepentingan dalam pengadaan
- Gratifikasi
Dari 7 kelompok kriteria korupsi tersebut, kerugian keuangan negara merupakan tindak pidana yang memberikan dampak terbesar terhadap negara. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) melansir bahwa ditemukan sedikitnya 191.575 kasus penyimpangan keuangan negara. Dalam penyimpangan tersebut dihitung sedikitnya telah terjadi kerugian keuangan negara sebesar Rp 103,19 triliun.
Permasalahan timbul terkait dengan penghitungan Jaksa Penuntut terkait kerugian negara yang ditimbulkan oleh setiap kasus korupsi. Jaksa Penuntut hanya mengukur besaran kerugian negara berdasarkan nilai eksplisit dari dana yang dikorupsi atau yang disalahgunakan. Estimasi ini belum memasukkan biaya implisit (opportunity cost) maupun multiplier ekonomi yang hilang akibat alokasi sumber daya yang tidak tepat.
Berbicara mengenai biaya eksplisit korupsi, dalam putusan MA, perbandingan biaya korupsi dan hukuman finansial kasus korupsi sepanjang 2001-2009 menunjukkan biaya eksplisit korupsi mencapai Rp 58,81 triliun harga berlaku atau sekitar 73,07 triliun sesuai harga riil 2008. Sementara, total hukuman finansial yang dituntutkan oleh Jaksa hanya sekitar Rp 23,55 triliun atau setara Rp 32,41 triliun harga riil pada tahun 2008 (hanya 40% dari biaya eksplisit korupsi).
Dari jumlah tersebut, ternyata hanya sekitar Rp 4,34 triliun harga berlaku atau setara Rp 5,35 triliun harga riil pada 2008 yang dijatuhkan hukuman final oleh hakim (hanya 7% dari biaya eksplisit korupsi).
Dari data tersebut terlihat bahwa, terdapat 93% biaya eksplisit korupsi yang tidak dibebankan kepada terpidana tindak pidana korupsi. Pada akhirnya, negaralah yang harus menanggung 93% biaya eksplisit korupsi yang ditimbulkan. Beban tanggungan negara akan berdampak kepada meningkatnya besaran pajak kepada masyarakat. Masyarakat akan menjadi pihak yang dirugikan terkait hal ini, dikarenakan masyarakat menanggung beban biaya sosial (social cost of crime).
Menghitung Biaya Sosial Korupsi
Menurut Brand and Price (2000), biaya sosial kejahatan dapat diukur
dari 3 hal, yaitu biaya antisipasi, biaya akibat, dan biaya reaksi.
Ketiga komponen tersebut relevan untuk diterapkan dalam menghitung biaya
sosial korupsi (social cost of corruption) sebagai berikut:
- Biaya antisipasi terhadap korupsi (biaya pencegahan tindak pidana korupsi)
- Biaya akibat korupsi (kerugian yang ditanggung masyarakat akibat praktik korupsi, baik eksplisit maupun implisit, seperti: dampak sosial ekonomi, dampak perekonomian, dampak investasi, dst).
- Biaya reaksi terhadap korupsi (biaya yang muncul sepanjang proses penyelesaian perkara, sejak proses penyelidikan hingga pemasyarakatan).
Jika penuntutan terhadap terdakwa kasus korupsi telah mendasarkan pada
biaya sosial korupsi (tiga komponen tersebut di atas), maka wacana
memiskinkan koruptor menjadi semakin dekat untuk direalisasikan.
Memiskinkan koruptor menjadi kunci untuk membuat efek jera yang sangat
optimum.
Dengan pertimbangan-pertimbangan tersebut, pada tahun
2012 KPK melakukan Studi Biaya Sosial Korupsi. Salah satu tahapan
kegiatan yang dilakukan dalam Studi Biaya Sosial ini adalah meminta
masukan dari pakar terkait konsep Biaya Sosial Korupsi dan bagaimana
penerapannya di Indonesia. Maka, perlu diselenggarakan Focus Group Discussion 'Biaya Sosial Korupsi' dengan narasumber pakar-pakar terkait.
Tujuan dari FGD Biaya Sosial Korupsi adalah untuk :
Tujuan dari FGD Biaya Sosial Korupsi adalah untuk :
- Mengetahui konsep Biaya Sosial Korupsi dan benchmark dengan negara-negara yang telah menerapkan biaya sosial;
- Mengetahui cara membuat formula atau model untuk menghitung biaya sosial korupsi di Indonesia terutama terkait dampak implisit korupsi (opportunity cost);
- Mengetahui peluang dan tantangan penerapan Biaya Sosial Korupsi sebagai dasar perumusan hukuman finansial untuk terdakwa tindak pidana korupsi dari persepektif hukum pidana, kriminolog, sosiolog dan antropolog.
- Memberikan saran perbaikan kepada pihak yang terkait untuk memberikan hukuman finansial dengan penghitungan Biaya Sosial Korupsi terhadap terdakwa kasus korupsi.
Adapun pokok bahasan terbagi ke dalam sub topik diantaranya:
1. Telaah Konsep Biaya Sosial Korupsi
- Bagaimana konsep teoritis Biaya Sosial Korupsi?
- Apakah terdapat negara yang menerapkan Biaya Sosial untuk perumusan hukuman finansial?
- Bagaimana efektifitas dan keberhasilan penerapan Biaya Sosial di negara tersebut?
- Bagaimana menghitung dampak implisit korupsi (opportunity cost) dengan menggunakan model CGE (Computable General Equilibrium)?
- Apa saja komponen data yang dibutuhkan untuk penghitungan dampak implisit ini?
- Apa keunggulan model CGE dibandingkan model lain untuk menghitung dampak implisit korupsi?
- Bagaimana rumusan menghitung Biaya Sosial Korupsi agar didapatkan formula yang dapat digunakan untuk perumusan hukuman finansial kepada para terdakwa tindak pidana korupsi?
2. Mengukur Dampak Korupsi
- Apa yang dimaksud dengan dampak korupsi?
- Perspektif hukum?
- Persepektif ekonomi?
- Bagaimana mengukur dampak korupsi?
- Perspektif hukum?
- Perspektif ekonomi?
- Bagaimana menghitung kerugian keuangan negara?
- Bagaimana menghitung dampak implisit korupsi (opportunity cost)?
3. Peluang dan Tantangan Penerapan Biaya Sosial Korupsi dalam Bentuk Hukuman Finansial Bagi Terdakwa Tindak Pidana Korupsi
- Merujuk kepada aturan saat ini, bagaimana merumuskan besaran hukuman finansial yang dituntut dalam dakwaan kepada terdakwa tindak pidana korupsi?
- Bagaimana peluang dan tantangan penerapan Biaya Sosial Korupsi dalam bentuk hukuman finansial bagi terdakwa Tindak Pidana Korupsi ditinjau dari aturan-aturan terkait hukum pidana di Indonesia UU Tindak Pidana Korupsi
- Bagaimana strategi yang perlu dilakukan agar Biaya Sosial Korupsi dapat diterapkan sebagai salah satu upaya memberikan efek jera yang optimum kepada koruptor?
4. Peluang dan Tantangan Penerapan Biaya Sosial Korupsi : Suatu Upaya Memiskinkan Koruptor
- Bagaimana memberikan efek jera kepada koruptor?
- Apa saja sanksi sosial yang dapat diberikan kepada koruptor?
- Bagaimana peluang dan tantangan terkait penerapan Biaya Sosial Korupsi sebagai suatu upaya memiskinkan koruptor?
- Bagaimana strategi yang perlu dilakukan agar Biaya Sosial Korupsi dapat diterapkan dan tidak mendapatkan resistensi dari masyarakat?